HIPMI Bahas Relaksasi Kredit dengan Pemerintah

By Abdi Satria


nusakini.com-Jakarta-Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) menyelenggarakan Kajian Ekonomi HIPMI #2 dengan tema "Relaksasi Kredit, Kebijakan Penopang UKM Menyintas Pandemi" di Jakarta, kemarin.

Kajian ini dilatarbelakangi Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Stimulus Perekonomian Dampak COVID-19 yang implementasi kreditnya dinilai ambigu bagi perbankan ataupun debitur. Aturan yang tidak spesifik dapat menimbulkan ketidakpastian sehingga memunculkan kegaduhan di lembaga keuangan ataupun masyarakat dalam menikmati fasilitas relaksasi kredit dari pemerintah. 

Pada sesi paparan materi, Yustinus Prastowo, Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis, menjelaskan tiga hal yaitu dampak pandemi COVID-19 terhadap perekonomian, langkah penanganan dan pemulihan ekonomi, dan dukungan bagi UMKM.

Untuk memulihkan ekonomi yang terdampak COVID-19, pemerintah ingin fokus menjaga konsumsi maka diterbitkannya relaksasi aturan perpajakan. Selain itu, pemerintah juga tetap mendorong investasi dengan memberikan insentif bagi perusahaan di KITE atau kawasan berikat supaya orientasi ekspor lebih kuat dan kompetitif dan pelonggaran kredit untuk pelaku UKM dan korporasi. Pemerintah juga terus mendukung ekspor-impor tetap baik. 

Adapun bentuk dukungan pemerintah bagi dunia usaha adalah terbagi 3, untuk UMKM, BUMN, dan korporasi.  

Untuk UMKM, pemerintah siapkan subsidi bunga sebesar Rp34,15 triliun untuk 60,66 juta rekening, insentif PPh pasal 21 ditanggung pemerintah, begitu pula PPh Final UMKM. 

Subsidi bunga sebesar Rp34,15 triliun tersebut akan dialokasikan melalui BPR, perbankan dan perusahaan pembiayaan sebesar Rp27,26 triliun. Kemudian melalui KUR, UMi, Pegadaian sebesar Rp6,4 triliun. Sedangkan melalui online, koperasi, petani, LPDB, LPMUKP, UMKM Pemda sebesar Rp0,49 triliun. 

Selain itu, pemerintah juga siapkan kredit modal kerja baru UMKM sebesar Rp125 triliun dimana Rp6 triliun dialokasikan untuk imbal jasa penjaminan (Rp5 triliun) dan cadangan (Rp1 triliun). 

Untuk BUMN, pemerintah akan memberikan Penyertaan Modal Negara (PMN), pembayaran kompensasi, dan talangan (investasi) modal kerja. Selain itu, pemerintah akan mendukung dalam bentuk lain seperti optimalisasi Barang Milik Negara (BMN), pelunasan tagihan, loss limit penjaminan, penundaan dividen, penjaminan pemerintah, pembayaran talangan tanah Proyek Strategis Nasional (PSN). 

Sedangkan untuk korporasi, pemerintah siapkan insentif perpajakan sebesar Rp34,95 triliun berupa pembebasan PPh pasal 22 impor, pengurangan angsuran PPh pasal 25 sebesar 30%, dan pengembalian pendahuluan PPN. 

Kemudian, pemerintah juga akan melakukan penempatan dana di perbankan sehat dalam rangka restrukturisasi debitur UMKM sebesar Rp35 triliun. 

Mengenai skema PP 23 Tahun 2020, salah satu langkah pemerintah adalah melakukan penempatan dana pada perbankan yang terdampak restrukturisasi sebagai dukungan penuh pemerintah atas likuiditas bank.  

Pemerintah juga memperhatikan penjaminan kredit modal kerja kepada UMKM supaya UMKM dapat memperoleh pinjaman dengan bunga yang baik dan kompetitif serta dijamin oleh Jamkrindo dan Askrindo. Harapannya UMKM tidak kehilangan akses pada modal dan tidak perlu menghentikan aktivitas bisnisnya. 

"Langkah-langkan pemerintah ini masih perlu penyempurnaan dan kami ingin mendengar masukan dari seluruh peserta terkait apa yang perlu dilakukan, diperkuat, diperdalam pemerintah untuk kemudian disampaikan kepada pimpinan supaya mendapat perhatian," tutup Yustinus.(p/ab)